Minggu, 18 Agustus 2013

Cerita Ralin

Hatiku pahit dan getir menanggung semua itu...




Hari itu aku terlahir sebagai gadis kecil pendiam sejuta misteri. Tangan-tangan yang menyentuh dan ada gairah ingin membopongku itu serasa ular bersisik bagiku. Hanya buain ibundaku yang mampu melelapkan tidur manisku menuju aliran mimpi. Ayah juga senantiasa menjagaku dengan utuh yang dibalut kasih sayang.

Mata indah itu, aku melihat sosok rambut hitam kecoklatan bermain dengan girangnya di pojok kelas TK-B. Selalu ku pandangi dia dengan amat jeli. Ingin ku menemani permainannya dan tenggelam dalam canda tawa. Dia melihatku!! Dia tahu aku memperhatikannya!! Dia menghampiriku!!!

Sejak saat itu, dialah sahabatku Rio. Aku mengenalnya dengan jelas, begitupula dirinya. Dimana ada Ralin, selalu ada Rio. Kami selalu bersama dengan seonggok hati yang cantik. Ternyata Tuhan menakdirkan kita untuk bersama, selalu bersama dalam sekolah, kelas, bangku, dan teman di rumah. Tak ada satupun teman laki-laki yang ku kenal selain dia karena yang aku tahu, semua orang selain Rio dan orangtuaku adalah ular.

11 tahun ku nikmati bersama Rio. Selalu bersama dia hingga gadis lain yang ingin meraih Rio kandas karenaku walaupun aku bukan pacar Rio. Perhatian Rio selalu terfokus padaku walau ada wanita yang lebih indah daripada aku. Ini saatnya aku mengerti bagaimana menjalin suatu hubungan. Semakin dewasa, hatiku sakit ketika tersentuh Rio. Deg-deg an, aliran darah kencang, badan memucat panas bagai bara api. Apakah Rio merasakan hal yang sama? Akulah wanita yang sedang jatuh cinta dengan sahabatku sendiri. Rio memiliki kepribadian yang amat disiplin, dia smart dan sangat tampan. Akupun juga selalu didampingi rasa ingin menyeimbanginya, aku memiliki watak keras, tegas, disiplin, dan tak banyak bicara.

Malam itu aku tidur di rumah Susan. Benar-benar serasa berada dalam rumah tua yang sangat lama tak berpenghuni. Aku tak cocok dengan dia! Hanya Rio disini yang ku pinta! Itupun karena unsur keterpaksaan aku tidur disini. Pesta ulang tahun yang begitu porak poranda dan jam malam yang menuntutku untuk tidur disana. Wanita-wanita itu belum tidur, padahal waktu menunjukkan pukul 22.52 WIB. Inilah akhir dari tabiat baikku selama ini. Aku melihat itu, aku melihat apa yang mereka lihat. Blue Film.... Aku telah melihat bersama mereka. Entah apa yang terjadi dengan DNA-DNA ku, aku tetap menonton film itu.

Saat ini usiaku 18 tahun, kelas 3 SMA. Takdir telah menghentikan aku dan Rio bersama. Kami akan kuliah menuju universitas yang kami inginkan masing-masing. Semakin lama kami semakin menjauh terutama sejak kejadian malam itu di rumah Susan. Bukan Rio yang pergi tapi aku yang enggan bersama dia. Serasa tak adil apabila aku tak mendapat status lebih dari teman di mata Rio. Dalam hati, aku selalu setia bersama dia dan bahkan laki-laki lain yang ingin mengincarku telah punah karena kebutaan hatiku terhadap Rio. Tidakkah dia tahu kalau aku menyukainya? Ku putuskan untuk pergi darinya dan ku rasa dia juga tak mengejarku kembali.

Walaupun program belajarku di SMA IPA tapi tak pernah bisa terhindar untuk meninggalkan Bahasa Inggris pelajaran favorit. Berbicara dengan Bahasa Inggris seperti terbuai dalam keindahan dunia asing yang sangat spektakuler. Aku mengambil jurusan Sastra Inggris di bangku kuliah. Disanalah kehidupanku dimulai tanpa Rio. Aku mengenal laki-laki untuk kedua kalinya, Rafi. Tanpa harus panjang lebar dan ruwet seperti Rio, kami menjalin hubungan lebih dari teman. Kini statusku naik pangkat menjadi seorang pacar.

Suatu malam aku terbangun di sebuah ruangan luas dengan lampu pijar kuning yang begitu indah. Ternyata di sampingku ada Rafi yang duduk tenang bersama tungku rokoknya. Aku ingat kalau kami telah berpesta, pesta ulang tahun Roy teman Rafi. Langsung ku tengok pakaianku dan ternyata masih utuh melekat di tubuhku. Rafi mendekatiku dan menjelaskan semuanya. Aku dijadikan taruhan dalam permainan mereka, sebutir pil tidur masuk dalam gelas minumanku dan untungnya Rafi tidak menyentuhku sama sekali, aku hanya dibawa di kamar yang nyaman dan empuk. Rafi mendekatiku dan minta maaf lalu dia meminta izin untuk menciumku. Aku memang fatal dan rusak, aku mengiyakan satu ciuman Rafi melayang di bibirku. Rafi merebut ciuman pertamaku. Aku teringat Blue Film yang ku tonton di rumah Susan dan bertanya pada Rafi. Akankah kita melakukan itu?  Tanpa berfikir jernih semua kita lakukan pada malam itu.

Keesokannya ku tak mau bertemu Rafi, aku ingin membubarkan semua hubungan ini. Ya Tuhan., aku sudah tak perawan, hidupku hancur. Bungaku layu diterpa badai biadab itu, ini juga tak sepenuhnya kesalahan laki-laki itu, tapi salahku juga yang tenggelam dalam nafsu. Ku putuskan untuk berhijab dan hati serasa tak seputih dulu saat aku mengenal Rio.

3 tahun berlalu, tampak mobil sedan putih parkir di depan rumah. Muncul laki-laki bersepatu dan itu adalah Rio. Rio bersama orangtuanya singgah di rumahku, dia melamarku!! Dia mengira aku masih seperti dulu!!! Tuhan... kenapa semua ini terjadi?? Aku tak inginkan dia datang di saat aku seperti ini. Bahkan dia terlalu indah untukku, lulus 3 tahun dan langsung mendapat kerja di posisi yang mapan. Naluri sahabatku muncul, kini aku memandangnya sebagai sahabat terbaikku, aku ingin dia mendapatkan yang terbaik. Aku menolak lamarannya!! Aku mengusirnya dari rumah dengan alasan telah tertutup pintu hatiku untuknya, untuknya yang telah menyia-nyiakan diriku. Hatiku pahit dan getir menanggung semua itu...... Kini Rio pergi.. Dimanakah kamu saat ini Rio???


Baca selengkapnya

Kamis, 08 Agustus 2013

Jambakan Jalang




Mungkin terlalu sadis satu kata ini untuk julukan seorang hawa

Tapi memang kesadisan ini dibuat untuk wanita sesadis mereka

Kadang aku berfikir apakah aku pernah seperti mereka

Jambakan jalang merusak semua rusuk-rusuk orang yang disakitinya

Kejalangan yang mungkin suatu kehormatan bagi mereka

Merayu dan merusak memang tabiat mereka

Bersolek ria di hadapan para pria yang tak jelas antah brantahnya

Sakit tak berujung apabila mendapati pasangan bersama jalang itu

Rasa sakit yang amat perih dirasa sepadan dengan rasa kepuasan para jalang 

Jambakan mereka menggerogoti isi otak 

Saraf-saraf serasa dipotong dan dileburkan
Kenapa pria ku lebih suka kepada mereka???

Kenapa tega meninggalkan ketulusan yang ku ukir selama ini??

Apa kelebihan mereka yang tak ku miliki???

Haruskah aku balas dendam menjadi jalang seperti mereka???

TIDAK

Aku tak ingin kata jalang dan juga tak ingin menjambak sesama kaumku





Baca selengkapnya